Thursday, November 23, 2017

[AUTOBIOGRAFI] Yang Semu dari Diriku



           Pada senja, aku berani bercerita, tentang diriku yang kembali mencari jati diri sebenarnya. Pada sebuah jalan, yang aku namai sebagai yang seribu dari jiwaku.
          Adalah senja, kujumpai jati diriku di ujung jalan sana bermahkotakan cahaya. Ku dekati ia, mengeja satu-satu fakta yang pelan-pelan menyublim sempurna.
          Jalan beraura kelabu sepertinya tidak boleh diberi empati. Dunia sudah banyak mengajariku. Bahwa gadis lugu hanya akan dipermainkan. Tapi, entahlah, seribu jalan lain sudah kutempuh, kenapa hanya pada jalan itu aku tersesat.
          Selangkah pertama, ku pandangi kanan kiri, terlihat bayi mungil bernama Anisa Susianti menangis setelah baru saja keluar dari rahim ibunya. Di bawahnya, ku baca tulisan “Karanganyar, 26 Januari 2000”. Itu fakta pertama yang nampak oleh mataku.
          Langkah kedua, aku berjalan sambil menunduk, ku dengar tawa gadis mungil yang dikejar anjing karena keusilannya. Aku mendengus kecil sambil menarik salah satu sudut bibirku ke atas, “huh.. itukah aku dulu? Nakal sekali.”
          Kaki-kaki jenjangku terus melangkah ke depan, merangsek ke jalan beraura kelabu itu kian dalam. Dengan percaya diri aku menghampiri pelangi di sebelah kiriku kala itu. Disana tergambar masa-masa sekolahku dari SD, SMP, SMA.
          Di puncak paling atas pelangi –warna merah, disana aku melihat diriku tertunduk dalam dengan kerumunan orang yang sedang mem-bully aku yang masih memakai seragam putih biru. Inginku berteriak kepada sampah masyarakat seperti mereka bahwa aku bukan epidemi penyakit yang harus diasingkan dan bukan sampah yang mesti dibuang.
          Jingga, mengingatkanku pada senja keemasan. Aku melihat diriku sendiri berseragam putih abu-abu menyusuri jalanan sepulang sekolah sore.
          Satu tingkat dibawahnya, aku melihat terik matahari pagi mengarah padaku yang sedang diantar nenek pergi ke sekolah pada hari pertama.
          Hijau. DI taman sekolah yang hijau itu, aku melihat diriku sendiri bertemu dengannya, sosok lelaki idola sekolah. Cinta pertama, eh? Aku tersenyum miring, merasa miris dengan kenyataan, bahwa dulu kami bukan kekasih, bukan sahabat, bukan pula musuh. Aku dan dia hanyalah dua orang dengan segudang masa lalu masing-masing.
Bodohnya, aku mengalah pada cinta monyet yang amat semu itu. Gila memang, aku melepas organisasi, tak peduli prestasi, demi dia. Aku membutuhkannya serupa aku membutuhkan oksigen untuk bernapas.
          Langit biru menjadi saksi, bahwa di bawahnya, aku meninggalkan dia sepenuhnya. Bukan hanya fisik, juga menyeluruh. Seperti saat aku menerimanya tanpa praduga, aku pun meninggalkannya tanpa tersisa.
          Diujung pelangi, nila siangku, ungu malamku, aku tersesat. Terseret dalam arus kehidupan masa sekolah yang menuntutku berprestasi, aktif organisasi, disaat bersamaan, hasrat menggebu akan cinta pertama turut menghantui.
          Di ujung pelangi itu pula, aku melihat diriku sendiri berkalungkan medali matematika sedang termenung, aura mencekam begitu ungu di raut mukaku. Tunggu. Dari sudut pandang lain, dia –lelaki itu, tersenyum tipis  dengan medali fisika juga terkalung di leher. Menatapku lurus-lurus.
          Pada jarak yang tak pernah tertulis dalam tinta, kehidupan sekolah serupa soal aljabar yang tak pernah selesai, senantiasa merantai memang.
          Puas menilik pelangi, aku melangkah pergi. Menyimpan rapat-rapat memori masa sekolah hingga waktunya tiba.
          Melangkah menjauh dari pelangi, aku berjalan ke arah tumpukan buku-buku favoritku. Tanpa disuruh pun, aku sudah berenang di lautan buku.
          Aku hobi menulis dan membaca. Tak heran, kacamata tebal menggantung setiap hari diatas hidung tak seberapa mancungku ini. Dengan menulis aku bisa mengungkap rindu tanpa dia harus tahu. Dengan membaca, aku terlarut dalam dunia imaji yang membiusku untuk melupakannya.
          Terima kasih Tuhan. Kau telah memberikan bakat menulis bagi orang-orang luar biasa sehingga karyanya bisa aku nikmati sebagai pelipur lara dan penyuplai motivasi saat aku sedang dalam tahap jenuh.
          Terima kasih kepada Susan Arisanti dengan bukunya Seribu Nadham di Sepertiga Malam yang mampu mengubah mind set-ku tentang cinta dan agama.
          Dunia kepenulisan sudah mengajarkanku banyak pengalaman menyenangkan. Aku bisa mendapatkan banyak sertifikat karena ikut serta dalam beberapa lomba menulis. Tapi aku belum ingin berhenti menulis, karena nilai dan pengakuan tapi tanpa manfaat, tidak akan pernah bisa mengubah peradaban.
          Dalam hidup ini, banyak orang yang seperti emas, berharga, menyilaukan, tetapi tidak bermanfaat bagi sesama. Oleh karenanya, aku melanjutkan jenjang kuliah di Universitas Hasanuddin Prodi Ilmu Keperawatan.
          Saat aku mulai memantapkan hati, hadirnya membuatku goyah –lagi. Lagi-lagi aku terseret, tersesat dalam kalbu yang berliku. Aku ragu, menerka-nerka hati mana yang hendak aku tuju. Ada bayang STAN meski aku bersama Keperawatan. Apa aku harus hidup dalam kepura-puraan melulu?
          Aku terengah, di setiap napas dalam perjalananku ada ragu yang menyiksa, begitu kelam, teramat jalang, kejam, dan menikam.
          Di ujung jalan ini, di tengah terik mentari, dia serupa permata yang dihambur-hamburkan dari langit. Dan, kurasa Tuhan begitu jumawa saat menciptanya.
Tanpa dikomandoi, kaki-kaki ini sudah melenggang ke sana, ke ujung jalan, dimana dia berdiri dengan sombong, menertawakanku yang bodohnya masih berusaha meraihnya. Seperti cahaya, tak ada yang tak cemerlang dari dirinya. Dan, seperti cahaya pula, dia tak bisa ku raba.
          Dia lebih permata daripada pagi. Lebih emas daripada senja dan lebih sutra daripada malam. Aku mengaguminya dengan segenap perasaan yang kumiliki.
          Semakin kuatlah ambisiku untuk lulus STAN tahun depan, demi mengejarnya. Tak salah, namun, aku seperti tak menemukan jati diriku yang sesungguhnya. Aku hanya terobsesi pada cinta buta yang amat sangat buram, semu, dan begitu abu-abu.
          Harapanku ke depannya adalah aku dapat menyelesaikan pendidikan di Ilmu Keperawatan ini dengan tepat waktu dan mendapat predikat Cum Laude. Aku berharap bisa mengabdikan diriku pada masyarakat.
          Dan disinilah aku berdiri sekarang, diujung jalan pencarian jati diriku yang sesungguhnya. Aku finish dalam keadaan tegar dan mampu mengkondisikan diriku pada situasi yang tepat. Aku adalah aku yang apa adanya.
          Bukan aku yang dulu, yang bahkan grogi saat membalas matanya. Kini aku menguatkan mentalku yang dulu rapuh karena mata hujan itu. Satu-satunya mata yang membuatku merindu dalam gigil.
Terakhir, aku memohon padamu Tuhan, jika aku jatuh cinta pada cinta yang baik, jatuhkanlah aku sejatuh-jatuhnya, Tuhan.
Read more

Saturday, November 4, 2017

Susunan Pengurus OSIS SMAN 1 Bulukumba

Annyeong dongsaeng-deul.. MissCaramelizo mau bagi2 susunan pengurus OSIS nih.. Sebagai alumni yg baik mesti ngebantuin adikz-adikz yg lagi MOPD gitu looh, yah walaupun aku sendiri bukan anggota OSIS sih..

Check this out..

8 Inti
1. Ketua
2. Wakil Ketua I
3. Wakil Ketua II
4. Sekertaris Umum
5. Wakil Sekertaris I
6. Wakil Sekertaris II
7. Bendahara Umum
8. Wakil Bendahara

Sekertaris Bidang
SEKBID I (KEIMANAN DAN KETAKWAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA)

SEKBID II (PEMBINAAN BUDI PEKERTI LUHUR DAN AKHLAK MULIA)

SEKBID III (PEMBINAAN KEPRIBADIAN UNGGUL, WAWASAN KEBANGSAAN DAN BELA NEGARA)

SEKBID IV (PEMBINAAN PRESTASI AKADEMIK, SENI DAN ATAU OLAHRAGA SESUAI BAKAT MINAT)

SEKBID V (PEMBINAAN DEMOKRASI, HAK ASASI MANUSIA, PENDIDIKAN POLITIK, LINGKUNGAN HIDUP, KEPEKAAN DAN TOLERANSI SOSIAL DALAM KONTEKS MASYARAKAT PLURAL)

SEKBID VI (PEMBINAAN KREATIVITAS, KETERAMPILAN DAN KEWIRAUSAHAAN)
Read more

Monday, July 17, 2017

Lirik Lagu Mars SMANSA | SMA Negeri 1 Bulukumba

Bersinarlah surya pendidikan
Harapan kita semua
SMA Negeri 1 Bulukumba 
Terdepan dalam berjuang

Citra gaumnya luas membahana
Visimisinya menjadi tumpuan
Ilmu karya iman pancasila
Obor sakti dalam bakti

Terpujilah engkau dalam citra 
Unggul engkau dalam prestasi 
Tetaplah jaya dalam tantangan untuk Indonesia
Read more

Saturday, March 4, 2017

[ONESHOOT] Spring's SunFlower

Genre: Romance, Secret Admirer
PG: T
Cast: Byun Baekhyun as Mr. Sunflower, Gyuri, Song Daehan as child
Lenght: 689 words

~~story begin~~
Musim semi tahun ini tidak berarti apa-apa untukku. Semuanya berjalan apa adanya dan tidak ada yang spesial. Bangun dipagi hari, lalu berangkat menuju tempat kerjaku, kembali ke rumah begitu seterusnya. Hari ini, aku berjalan menuju taman untuk melepas penat. Aku menutup mata merasakan udara pagi yang sejuk di taman ini.
“Wah… Musim semi yang indah!” mataku tertuju pada sosok yeoja dengan rambut pendeknya. Onyx matanya begitu indah dan lengkungan senyuman tidak pernah lepas dari sudut bibirnya. Ia terus tersenyum kepada siapa saja.
DEG. Aku merasa kaku saat mata kami bertemu, selengkung senyuman tak lupa ia kirimkan kepadaku yang hanya mampu kubalas dengan senyuman kikuk dan kaku. Mungkin ini terkesan berlebihan namun aku tak bisa menggambarkan kecantikannya.
“Oh god…” aku menggaruk tengkukku yang tidak terasa gatal sama sekali. Lalu berjalan cepat meninggalkannya. Mungkin ia akan mengiraku aneh, tapi sudahlah aku tidak peduli.
Esoknya aku tak tahu apa yang diinginkan kakiku ia melangkah dengan sendirinya menuju taman itu lagi, padahal niatku untuk pergi ke kantor tapi kakiku melangkah kesini. Hei! Kakiku melangkah tak sesuai dengan pikiranku.
“Hiks hiks hiks” Aku mendengar suara tangisan, kuputar kepalaku mencari sumber suara itu. Sosok yang kemarin tersenyum lebar kini menangis tersedu-sedu di bangku taman.
“Apa yang harus kulakukan?” aku bertanya lebih kepada diriku sendiri. Kemudian aku memetik bunga matahari yang ada di taman ini. Menyewa seorang anak kecil.
Anak kecil itu melangkah mendekati sosok itu. Aku dapat melihat kerutan samar yang terlukis diwajahnya.
“Eonni jelek kalau menangis. Jangan menangis lagi. Ini!” Sosok itu tersenyum dan menghapus kasar bekas air matanya. Mengambil bunga matahari yang diulurkan anak itu.
“Terimah kasih adik kecil.” Yeoja itu mengusap pelan kepala anak itu. Oh betapa beruntungnya anak itu dapat merasakan tangan putih dan lembut itu. Kemudian yeoja itu tampak bingung setelah membaca kertas putih yang berisi tulisan dariku.
“Tersenyumlah. Senyummu membuat bunga matahari di taman ini menjadi lebih indah” kataku pelan seolah membaca isi suratku tadi. Dan sekarang ia tampak terkekeh geli membaca pesanku itu.
“Walaupun tulisanku jelek setidaknya ia tersenyum setelah membacanya.” kataku mencoba memuji diri sendiri.
Dan hari-hari berikutnya aku terus saja diam-diam datang ke taman ini. Melihatnya dari jauh dan aku merasa bahagia melihat ia tersenyum lebar setiap harinya.
Dia terlalu sempurna untuk diriku. Dia terlalu jauh untuk kuraih. Aku hanya pria tak tahu diri yang terus saja mencuri pandang untuk menatapnya. Dan dengan tidak tahu malunya aku terus saja memberinya bunga dengan pesan-pesan yang mungkin membuatnya mual.
Setiap kali aku menatap senyumannya ada perasaan bahagia yang tak dapat kugambarkan. Namun, kali ini senyuman itu membuatku ngilu. Ia tidak sendiri kali ini. Yeoja itu tersenyum lebar ketika seorang pria datang menghampirinya. Dan dapat kurasakan duniaku runtuh.
Esoknya aku sudah tidak mempunyai keinginan lagi untuk datang ke taman itu. Dan sekarang sudah seminggu aku tidak melihat wajahnya dan ada perasaan yang membuncah dihatiku perasaan rindu yang begitu besar.
Dan kali ini aku melanggar keinginanku untuk tidak datang lagi ke taman ini. Aku melangkah menuju bangku taman tempat dimana ia sering duduk. Sosok itu tidak ada lagi.
“Mungkin dia sudah mempunyai kesibukan sendiri.” gumanku sedih. Namun, mataku tertuju pada bunga matahari di kursi itu. Aku mengambil bunga itu dan dapat kulihat sebuah surat pink yang mungkin saja tertuju untukku.
“Mengapa kau tidak pernah datang lagi? Aku merindukanmu. Dan terima kasih untuk bunga mataharinya. Aku tidak pernah berpikir bahwa bunga matahari itu indah.” Aku terkekeh geli membacanya. Apa ini pesan yeoja itu padaku.
“Apa aku tidak salah. Ia merindukanku? Merindukan pria yang hanya mampu bersembunyi ini?” aku merasa seperti ada ratusan kupu-kupu yang mengelitik perutku.
“Tidak perlu bersembunyi lagi. Karena selama ini aku juga selalu memperhatikanmu. Duduk sendiri dibangku belakang pohon dan diam-diam mencuri untuk manatapku. Mr. Sunflower.” Dahiku mengerut membaca isi pesan itu lagi.
Jadi, selama ini bukan hanya aku yang menjadi secret admirernya ternyata ia juga sudah lama melihatku? Apakah ini nyata? Oh kurasa duniaku melambung saat ini. Dan Mr. Sunflower? Awalnya aku tidak begitu menyukai panggilan-panggilan yang menurutku terkesan kekanakan namun kali ini mungkin aku menyukainya.
“Mr. Sunflower” aku memutar badanku ketika mendegar suara asing di belakangku. Dapat kulihat berbagai balon warna-warni di hadapanku. Dan selanjutnya seseorang dengan senyuman manisnya muncul dibalik balon itu. Yeoja itu!

END
Read more

[ONESHOOT] Falling Tears

Title: Falling Tears
Genre: Romance, Hurt, Sad
Cast: Baekhyun, Haerin, others.
Lenght: 1652 words

Summary: 
"Jika kamu sedih, menangislah…
Datanglah ke sisiku…
Jika kamu sakit di mana pun kamu berada…
Datanglah ke sisiku…

Maka aku akan menghapus tetesan air matamu (tears)…"

----

Aku menatap cermin dihadapanku. Raut kelelahan terpampang jelas dibayangan cermin itu. Hari ini, aku baru saja menyelesaikan syuting dramaku. Rasa nyeri terus menyerang kepalaku. Namun, sesuatu yang berdering dari sakuku mengalihkan rasa nyeri itu.

Aku menatap ponsel ditanganku, menarik sudut bibirku membentuk sebuah senyuman. Sekarang aku tahu, semakin hari aku semakin mencintainya. Hubungan kami harus tersembunyi dari media. Baekhyun adalah aktor papan atas dan aku hanya seorang aktris yang baru saja merinti karirku.

“Kau berhubungan lagi dengannya ?” tanya Diandra manajerku dengan geram. Giginya gemeletuk dan matanya berkilat-kilat.

Aku mengangguk pasti. Kufikir tak ada kata-kata yang bisa menjelaskan ketergantunganku yang amat sangat padanya. Bagai candu yang selalu membuatku kesakitan jika tak di dekatnya. Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini?

“Apa kau tak merasa jika ia sedang membodohimu? Maksudku, apakah tak aneh jika ia memintamu go public saat karirnya sedang terpuruk?” Diandra menghampiriku dan menatap kedua mataku tajam.

Aku menggeleng cepat. Baekhyun  tak mungkin memanfaatkanku! Karena dia mencintaiku.
Malam ini, Aku dan Baekhyun menghabiskan waktu bersama menghilang sekejap dari kerlapnya dunia hiburan. Keheningan yang hanya dihiasi bunyi hujan tiba-tiba dipecahkan bunyi decit yang keras. Mereka berdua serentak menoleh dan melihat dua mobil sedan hitam berhenti  mendadak di dekat mereka. Dua pria keluar dari masing-masing mobil, tanpa payung,  dan menatap lurus ke arah mereka. Haerin  mengerjap dan rasa panik langsung merayapi dirinya.
“Siapa kalian?” tanya Baekhyun kepada orang-orang berpakaian serbahitam itu.
“Pasti menyenangkan menghajar aktris papan atas” ucap mereka.
Aku tidak bisa melepaskan cengkeramannya di lengan Baekhyun. Pria yang berdiri di  hadapanku bersama empat orang anak buahnya itu terlihat berbahaya. Apa yang  diinginkannya?
Tiba-tiba si tukang pukul kembali melayangkan tendangan ke punggung Baekhyun.  Aku memekik. Baekhyun sudah tidak bertenaga. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Darah menetes dari pipi dan bibirnya.
Baekhyun tetap memelukku, menahanku di tanah dengan tubuhnya sementara ia menerima setiap pukulan yang diarahkan kepadanya. Aku hanya bisa terisak  memanggil namanya.
“Aku rela pergi saat ini juga, asal kau selalu bahagia… Aku tidak mungkin membiarkan siapapun menyakitimu…” Kata-kata Baekhyun membuatku semakin terisak dan memelukkanya lebih erat. Tiba-tiba semunya jadi gelap.
Esoknya, Aku menangis tersedu-sedu melihat Baekhyun  yang kini tergolek lemah di rumah sakit. Aku sudah dihujat oleh ibu dan Sora kakak Baekhyun  karena menyebabkan Baekhyun  mengalami kemalangan seperti ini.

Ibu Baekhyun  menjambak rambutku di depan koridor rumah sakit hingga semua orang menjadikan kami bahan tontonan. Dan beberapa fans Baekhyun melempariku dengan apa saja.

Namun, mataku tertuju pada sosok tampan itu. Dia berjalan mendekatiku dengan masih menggunakan seragam rumah sakitnya, masih kulihat jelas perban putih yang menutupi kepalanya dengan tertatih ia menghampiriku.

Dia memelukku erat melindungiku dibidang kokohnya, kemudian dengan pelan dia menggiringku menuju kamarnya. Dia tetap memelukku melindungiku dari lemparan-lemparan batu dari fansnya.

“Bagaimana kalau kau buta terkena pecahan kaca?” bentakku dengan tersedu. Aku marah karena aku terlalu takut untuk kehilangannya.

“Kau mengkhawatirkanku?” tanyanya sambil terus tersenyum mencubit kedua pipiku gemas.

“Bodoh…..” Aku hanya bisa menangis dalam dekapannya dan sesekali memukul dadanya pelan. Mengapa ia mau berkorban untukku??? Sekarang aku tahu bukan hanya aku yang sangat mencintainya. Namun, ternyata ia juga sangat mencintaiku.

Hari ini seperti biasa, aku menuju ruang managerku. Kupikir ini akan menjadi hari yang indah, namun wajah gusar yang kutemui saat baru saja membuka pintu menghancurkan semuanya dalam sekejap. Manejerku menyuruhku menemui ayah Baekhyun.

Kulangkahkan kakiku ragu. Dan akupun terpaku setelah langkah ke limaku. Kulihat ayah Baekhyun  duduk tenang bersila di depan sebuah meja yang pendek.

Aku mendekat lalu duduk dengan rasa tak nyaman di depannya.

“Lepaskan dia, kumohon..” sambil meneteskan air mata, Ayah Baekhyun  bersujud di depanku.

Aku membelalakkan mataku lalu menelan ludah karena tenggorokanku tercekat. Baekhyun, apa yang harus kulakukan sekarang?

“Demi anakku, aku rela melakukan apapun…” tambahnya  dalam posisi yang masih bersujud lemah.

Sekarang aku tahu, seberapa besar kami berusaha kami memang tidak akan bisa disatukan. Karena sampai kapanpun perbedaan itu tetap selalu ada.

Aku mengusap wajahku kasar. Menatap sosok gadis dengan mata bengkak dihadapanku. Gadis itu sama seperti diriku, aku terkekeh geli. Karena gadis itu ternyata bayanganku sendiri.

Hari ini, mungkin adalah awal yang tepat bagi kami. Aku memang harus mengakhirinya, sebelum salah satu dari kami terluka. Ah, lebih tepatnya sebelum aku semakin jatuh cinta dengannya hingga aku tidak bisa melepasnya.

“Aku pikir, lebih baik kita berpisah…” gumamku akhirnya. Matanya membelalak tak percaya.

“apa yang kau katakan? Apa ayahku mengganggumu?!” bentaknya sambil menggenggam tanganku hingga memerah.

Air mataku sedikit demi sedikit akhirnya keluar juga meski kutahan sambil menggigit bibir hingga bibirku nyaris berdarah. Air mata bodoh!

“Lepaskan Baekhyun .. tanganku perih!” aku memberontak lemah sambil menyembunyikan tangisku.

“Haerin , kau kenapa?” tanyanya dengan mata berkaca-kaca. Aku langsung menunduk ketika ia lebih dekat menatapku.

“Cinta tak harus memiliki..” kuberanikan diri menatap matanya dengan tajam. Matanya kini melunak dan genggaman tangannya pun akhirnya lepas.

“Itu hanya kata-kata orang yang menyerah!” aku memutar badanku membelakanginya lalu mengerjap untuk menghilangkan air mata yang masih terbendung di mataku.

Setelah kukumpulkan semua keberanian yang kupunya, aku pun kembali menatapnya.

“Apa salah kalau aku menyerah?” tanyaku dengan suara parau.

“Tolonglah bertahan sebentar lagi..” pintanya sambil menangis. Ya Tuhan, aku bahkan tak sanggup melihat air matanya.

Ini memang sudah beberapa kali aku membuat Baekhyun  menangis, tapi ini yang paling menyakitkan. Dalam benakku tak kutemukan jalan untuk kembali lagi padanya. Ini benar-benar akan akhir. Dan memang akan menjadi akhir.

“Mungkin mudah bagimu berkata seperti itu karena kau adalah pihak yang selalu dibenarkan, kau tak tahu seberapa lelahnya aku dihujat oleh semua orang..” Ia memelukku sangat hangat. Hangat, hingga aku sangat enggan melepasnya. Air mataku kembali membasahi bagian bahunya.

“Baekhyun hiduplah bahagia… Jangan buang air matamu hanya untukku” bisikku pelan lalu melangkah pergi meninggalkannya.

Hari terakhir aku berpisah dengannya, itulah penyesalan terbesarku. Ternyata semuanya benar, kami memang tidak bisa dan tidak akan pernah bisa untuk bersama. Berita yang baru saja kudengar meruntuhkan segalanya.

Kini, kutatap nanar kini gundukkan tanah besar yang ada di hadapanku. Kulihat wajah cerianya dalam sebuah bingkai foto.

“Baekhyun …” hanya itu bisikkan lirih yang keluar seiring air mata penyesalan di pipiku.

Kuingat saat hari pertama kau berada di sini. Dengan meratap ibu Baekhyun  terus menjambak rambutku. Aku tak melawan, berkata pun aku tak mampu. Hanya air mata dalam diam yang keluar sebagai jawaban.

“Kalau bukan karena kau! Baekhyun  takkan bunuh diri seperti ini! Kenapa kau harus memberinya cinta jika pada akhirnya kau pergi meninggalkannya? Kau pembunuh anakku” tangisan tersedu terus saja mengalun dari bibir ibu Baekhyun  yang mengering.

Aku bungkam dan diam-diam menangis. Aku terjatuh saat Ibu Baekhyun makin giat menjambak rambutku hingga menimbulkan kengiluan di kulit kepalaku. Di sela jari ibu Baekhyun kulihat ada puluhan helai rambutku yang ia dapatkan dengan kasar.

Kulirik ayah Baekhyun  yang masih meratap dan menggaruk-garuk pusara Baekhyun  yang terpajang gagah. Sora tak henti-hentinya menarik ayahnya sambil juga menangis hingga wajah manisnya kini memerah dan bengkak.

“Apa semua ini salahku? Katakan Baekhyun. Katakan sekarang juga? Tapi, kenapa kau tak menjawabku” batinku.

Aku mendongak pada ibu Baekhyun , lalu menatapnya dengan datar.
“Semua memang salah ku… Dari awal aku hanya bisa membuatnya menangis.” lalu berlalu pergi meninggalkan Baekhyun yang sudah tertidur lelap selamanya.

Aku memasuki apartemenku dengan langkah gontai. Kuambil ponsel yang kutitipkan pada Diandra tadi, kunyalakan dan muncul 23 pesan dan 12 pesan suara. Diandra bilang ia mematikan ponselku karena Baekhyun  terus saja menghubungiku.

Kubaca pesan itu satu persatu,
Haerin .. kembalilah..
Haerin , cepatlah kesini. Aku menunggumu..
Mengapa belum datang? Aku masih menunggumu…
Aku kesepian, sekarang siapa yang akan memelukku lagi?

Aku mendengus membaca semua pesan Baekhyun, isinya berinti sama dan terdengar seperti rengekkan anak kecil pada ibunya.

Kudekatkan ponsel itu ke telingaku hendak mendengarkan pesan suara yang Baekhyun  kirim kepadaku.

---Di kehidupan ini, aku rasa kisah kita terlalu sulit. Semua menentang kita untuk bersama. Aku yakin, aku akan memiliki kehidupan selanjutnya. Dan aku ingin di kehidupan selanjutnya kita bisa bersama karena cinta dan menjalani cinta bermakna yang sederhana. Aku mencintaimu dan Tidak akan pernah menyesal karena sudah mencintaimu. Dan aku tidak akan pernah menyesal karena sudah membuang semua air mataku untukmu---

Selanjutnya yang kulakukan hanya meringkuk dalam kamar. Dunia seperti hilang saat ia pergi meninggalkanku. Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi menemuinya. Kuletakkan sebuket mawar kuning di depan pusara Baekhyun , air mataku kembali mengucur deras.

Aku tak pernah mengira Baekhyun  akan ditemukan begitu mengenaskan di apartementnya. ia sendiri, kesakitan menahan perih di pergelangan tangannya yang teriris. Meringkuk kesepian di lantai dingin dengan darah mongering dan badan terbujur kaku tanpa seorangpun yang menemaninya.

Berita di media begitu gencar menyebutkan jika aku penyebab kematian. Ayah Baekhyun menulis jika aku mencampakkannya setelah karirnya yang hancur. Aku begitu marah saat membaca berita itu, siapa yang menyebabkan aku mencampakkannya? Apa ia tak sadar?

Selang beberapa hari setelah berita itu beredar. Agencyku sepakat mendepakku dari grup. Aku dikeluarkan dan mendapatkan banyak antifans yang tak segan membunuhku jika ada kesempatan.

Kini, aku menyembunyikan diri di sini. Tempat dimana Baekhyun dimakamkan. Tak membawa apapun selain baju yang kini melekat di badan. Aku sering berhalusinasi melihat Baekhyun  di sampingku, memberikanku selimut saat aku mulai menggigil, terus bernyanyi sepanjang malam untuk menemaniku. Aku merasa jika aku mulai gila.

“Tunggulah aku sebentar lagi, aku yakin aku akan cepat pergi ke sisimu..” kini bibirku yang kaku mulai bisa bergerak meskipun sangat sulit.

Kupeluk tanah merah yang ditumbuhi rumput lembut di atasnya. Air mataku terus saja keluar tanpa bisa kubendung. Sejauh yang aku ingat, aku sudah 2 hari tersedu tanpa henti di sini dengan penyesalan yang sangat besar dan menyesakkan dada.

Baekhyun, seandainya kau tahu. Aku bukan apa-apa tanpamu. Aku merindukan saat kau mengusap lembut kepalaku. Saat kau menggenggam kedua tanganku. Aku selalu mengangis saat aku tahu kau sudah tidak ada disampingku.

Bukankah kau berjanji untuk selalu menghapus air mataku? Kau pembohong, aku membencimu karena kau membuatku benar-benar tidak bisa membencimu.

Hari ini sekali lagi
Hatiku menangis
Jika aku hidup lagi
jika aku di lahirkan lagi dan lagi
aku tidak akan bisa hidup tanpamu


“Aku mencintaimu Baekhyun dan akan selamanya mencintaimu…” 

---END---
Read more